Posted by : Unknown Jumat, 03 April 2015

Re Post dari sumber 

Kepada,
Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Di tempat
Salam sejahtera untuk Saudara (saja).
Selamat dan sukses untuk Saudara, karena dari sekian banyak calon, Saudara pemenangnya. Sebuah perjuangan yang tak mudah, saya kira. Dan Saudara membuktikan integritas, kapasitas, kompetensi dan elektabilitas yang layak diapresiasi.


Saya adalah guru GTT (Guru Tidak Tjelas) di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri di Gresik, sejak tahun 2005-2006, dan saya katakan pada Saudara, saya bersyukur karena masih bisa hidup hingga sekarang, meskipun gaji menjadi GTT sungguh tidak manusiawi, dengan dedikasi sekuat besi.

''Saya tidak akan pernah mau jadi pahlawan,'' ucap Idris Sardi, ''Karena seperti biasanya, pahlawan tidak pernah diperhatikan.'' Dan saya juga tidak mau disebut pahlawan tanpa tanda jasa, karena, pasti, nasib saya tidak pernah diindahkan, apalagi ada embel-embel ''tanpa tanda jasa.''

Saya menulis ini, untuk Saudara Menteri terpilih, dan bukan Menteri, yang Saudara gantikan, karena rasa percaya dan harapan saya sudah tidak ada lagi. Mati. Dan saya berharap Saudara adalah obor harapan itu. Sekali saja, dengarkan suara kami; Guru Tidak Tetap dan Pegawai Tidak Tetap yang nasibnya sungguh tragis. Sementara tanggung jawab dan beban kerjanya sungguh miris dan membuat hati menangis.

Sebelumnya, saya juga penasaran dengan keadaan Saudara sekarang. Bagaimana perasaan Saudara, akhirnya, terpilih? Senang atau justru menjadi beban? Apakah saudara menikmati atau malah merasa berat dengan amanah ini?
Apakah pendingin ruangannya pas atau terlalu dingin? Bagaimana mobil dinas barunya? Apakah Saudara pakai sepatu atau sandal jepit jika hendak ke Masjid di depan kantor Saudara untuk menunaikan salat berjamaah? Bagaimana kondisi lift di kantor Saudara? Apakah Saudara masih menerima kunjungan konsultan-konsultan yang menawarkan ide luar biasanya dengan biaya serendah-rendahnya?

Mohon Saudara tidak heran pada saya. Saya memang Guru Tidak Tetap di SMA Negeri di kecamatan di Gresik, dan saya pernah beberapa kali bertemu Menteri-Menteri sebelum Saudara di kantornya atau kebetulan ada kegiatan, juga seminar di sana. Bagaimana bisa?

Mohon jangan berburuk sangka. Pertama, saya sudah pernah bertemu dengan Menteri Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, sekitar tahun 2008, saat saya menjadi guru pembimbing untuk siswa saya dalam Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) yang diselenggarakan Dirjen Dikdasmen, dan meskipun tidak juara, saya sempat berbincang dengan Pak Menteri di kantornya.

Kedua, saya juga pernah diundang Pak Menteri Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA, ketika saya juara nasional untuk Lomba INOBEL tahun 2009 di kantornya, yang sekarang menjadi kantor Saudara, bukan? Saya beserta guru lain sempat berbincang cukup lama, dan bahkan, saya mengutarakan unek-unek saya tentang nasib para guru GTT. Dan jawabannya adalah janji, yang sampai hari ini belum ditepati. Yang saya minta adalah kesejahteraan guru, malah saya dikasih buku oleh Bapak Prof. Suyanto, Ph.D, berjudul 'Dialog Interaktif Tentang Pendidikan,'' padahal saya punya buku banyak di rumah, sementara kesejahteraan yang saya damba tidak diberikannya. Lalu kami diajak berfoto bersama, saya bahagia saat itu, dan sekarang saya merasa sia-sia saja. Foto bersama Pak Menteri tidak membuat saya kenyang karena tidak bisa dibuat beli sebungkus nasi.

Sekali lagi, bagaimana saya bisa percaya pada Lembaga tertinggi pendidikan di Indonesia ini, sementara Menteri saja tidak percaya bahwa kami benar-benar ada dan menderita.

Jangan kuatir, saya tidak pernah menyesal menjadi seorang guru. Saya bahagia karena setiap hari bisa bertemu dengan siswa dan teman di sekolah. Saya justru kecewa, karena saya beberapa kali percaya dengan janji penjabat yang saya tahu bahwa mereka tidak bisa dipercaya. Menyelamatkan diri mereka sendiri dari jabatannya saja tidak sanggup. Bagaimana bisa saya mempercayakan nasib saya ke pada pejabat yang tidak bisa menyelamatkan diri mereka sendiri dari ancaman pencopotan jabatan yang mereka pegang sekarang? Bodohnya saya, adalah saya pernah percaya dan berharap pada apa yang mereka katakan. Saya mendapatkan janji diangkat menjadi PNS karena prestasi saya sebagai guru juga pembimbing siswa adalah sampah. Dan sekarang, saya tidak akan lagi pernah percaya.

Saudara menteri yang saya hormati.

Bagaimana rasanya dilantik Presiden kemarin? Senangkah? Apakah Saudara sempat meminta resti dari Ibu Saudara? Ah, bodoh sekali saya. Tentu saja Saudara lebih mengerti dari saya. Bagaimana rasanya berjabat tangan dengan Bapak Presiden? Ah, saya jadi ingin berjabat tangan juga dan memberi tahu Presiden bahwa ada guru GTT yang cuma dibayar Rp. 100 ribu sebulan, bahkan kurang. Sementara Menteri yang sebelum Saudara tidak percaya. Ah, mungkin karena gaji menteri sangat banyak, sementara kerjanya hanya mendengar dan berbicara. Sehingga mendengar ada guru yang bekerja siang malam untuk siswa dan penuh perjuangan digaji cuma seratus ribu sebulan bahkan kurang, Menteri itu tidak percaya. Saya sendiri tidak bisa menyalahkan.

Saya berpikir bersalaman dengan Presiden pun biasa saja. Saya pernah malah. Jadi ceritanya, sekitar tahun 2009, saya pernah mengikuti lomba menulis untuk Presiden Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, yang diselenggarakan oleh
Modernisator.org dan Bapak Dr. Dino Patti Djalal dan saya diundang untuk berdialog dengan Bapak Presiden saat itu. Dan ternyata Istana Merdeka itu jauh sekali dari gubuk rumah saya di desa. Pantas saja, mereka betah berlama-lama. Dan sekali lagi, hanya janji kesejahteraan dan foto bersama. Dan seperti sebelumnya, foto bersama dengan Presiden sekalipun tak bisa dibuat untuk sekedar makan apalagi dibuat uang muka kredit kendaraan.

Akhirnya saya percaya bahwa Saudara Menteri adalah harapan saya dan harapan jutaan GTT dan PTT yang sungguh tragis nasibnya. Sejak adanya, program serifikasi guru, sesejahteraan guru memang meningkat pesat. Dan bukan kami, yang menikmati. Saat kesejahteraan guru meningkat, pemerintah juga meminta banyak. Jam mengajar guru sertifikasi harus 24 jam, dan lain sebagainya, sangat berimbas kepada kami, guru GTT. Bayangkan Saudara Menteri, karena perebutan jam mengajar ini, suasana ruang guru sudah seperti neraka. Saling gunjing, saling maki bahkan saling tidak menyapa. Dan sampai kiamat pun, GTT adalah kalah dan teraniaya. Ada GTT yang hanya mendapatkan 4 jam mengajar. Bayangkan! 4 jam x Rp. 20.000 = Rp. 80.000. Belum lagi dipotong iuran PGRI dan Dana Sosial sebesar Rp. 20.000. Untuk seorang guru lelaki dengan satu istri dan satu anak, uang Rp. 60.000 sebulan bisa dibuat apa.

Jangan dipikir mereka berpangku tangan dengan keadaan ini. Ada teman guru yang rela menjadi ojek, pemulung sampah, jualan buku bacaan, mengajar bimbingan hingga memberikan les tambahan. Tapi sekali lagi, tugas dari sekolah juga tidak sedikit. Dan saya pribadi, harus meluangkan waktu untuk membimbing Karya Ilmiah, Menulis Sastra, Pidato Bahasa Inggris bahkan beberapa ekstrakurikuler lainnya. Dan seringkali biaya itu harus keluar dari kantong sendiri. Bukan sekolah tidak membiayai, sudah. Tetapi kebutuhan penelitian dan lomba sejenis sangat banyak sekali, sementara siswa bimbingan saya bukan dari keluarga yang berada. Saya mohon, saya masih ingin berbuat banyak, jadi tolong bantu saya, agar saya tidak berhenti dan berputus asa.

Dulu, mengajar di sekolah swasta adalah solusinya. Namun lagi-lagi, sejak adanya sertifikasi guru, peluang mengajar di sekolah swasta juga semakin menipis. Banyak guru PNS yang melamar ke sekolah swasta untuk mendapat tambahan jam mengajar, dan rela tanpa bayaran, agar tunjangan sertifikasi mereka lancar. Akhirnya, untuk GTT, wassalam!

Siswa saya sudah beberapa juara Karya Ilmiah tingkat kabupaten, bahkan nasional. Anak-anak yang menekuni Robot sudah juara nasional bahkan juara di Malaysia. Dan sekarang semua itu telah tiada. Iya, saya berhenti membimbing lagi. Saya sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Saya sekarang memiliki anak dan istri. Dan kesehatan saya juga tidak sebaik dulu. Saya sungguh rela melakukan apa saja untuk mereka, dan sekolah. Tapi saya juga harus memikirkan kesejahteraan keluarga saya. Untuk apa saya berjuang untuk anak orang lain, sementara anak saya sendiri tidak bisa saya penuhi hak-haknya.

Untuk apa?

Jawablah Saudara Menteri yang terhormat.

Pernah beberapa kali, saya ingin berhenti menjadi guru, namun saya tidak bisa, karena saya sayang siswa-siswi saya. Mereka bahagia jika saya mengajar mereka. Saya pun bahagia tak terkira jika mereka bisa berhasil dan saya bisa menginspirasi mereka. Saya tidak pernah merasa bisa mencerdaskan mereka, itu urusan Allah SWT. Namun, saya ingin menunjukkan dunia dan tantangannya agar mereka berani menghadapinya. Dan dunia bukan tujuan akhir, ada akhirat yang jauh lebih berharga untuk dikejar.

Dan sekarang, saya menaruh harapan itu pada Saudara, Menteri yang terpilih. Jangan hanya sudi mendengar anak buah Saudara mengatakan hal-hal baik dalam laporannya. Saya sering mendengar kuliah pun pemaparan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya baik dari Pak Menteri sendiri, maupun Dirjen. Dan Saudara tahu, paparan mereka adalah omong kosong. Data yang mereka sampaikan adalah kadaluarsa. Bahkan saya pernah mendengar pemaparan seorang pejabat di salah satu Dirjen di tempat dan kesempatan yang berbeda. Dan ternyata materi, Slide, bahkan ceramahnya adalah sama.

Apa saja kerja mereka? Mereka adalah seorang akademisi, bukan politisi. Bagaimana bisa mereka melakukan hal memalukan seperti itu? Sudah saatnya Saudara melihat dengan hati, baru mata. Mendengar dengan hati baru telinga. Merasakan dengan empati bahkan simpati. Pendidikan Indonesia harus lebih baik lagi. Jangan percaya apa kata PISA, UNESCO, bahkan NGOs, siapa mereka? Tahu apa mereka tentang Indonesia? Kita sendiri yang harus berdaya dan bekerja untuk negara kita sendiri. Kita sendiri juga yang mengevaluasi dan memberi apresiasi atas keberhasilan atau kritikan juga masukan jika memang masih perlu ditingkatkan. Jangan kuatir, kami GTT, PTT dan siswa di seluruh Indonesia ada di belakang Saudara, selama Saudara jujur dan amanah. Doa kumulatif kami, yang teraniaya, jalan tol bebas hambatan, yang pasti didengar Allah SWT.

Saudara Menteri yang saya hormati,

Indonesia itu tidak hanya Jawa, atau Jakarta. Sekali waktu, datanglah ke daerah-daerah. Temui para siswa, guru juga kepala sekolah. Jangan terlalu percaya dengan kepala dinas atau pejabat setempat, sebelum saudara mendapatkan informasi pembanding dari kami, pelaku pendidikan yang sesungguhnya. Tahu apa para kepala dinas itu, kecuali sekedar membaca laporan dan keinginan untuk dipuji juga dikenang. Datanglah sendiri, lihatlah sendiri entah dengan empati atau simpati. Bagi kami, yang terbiasa hidup susah, keduanya tidak ada beda.

Saudara Menteri yang terhormat.

Ada kalanya suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara guru juga bukan suara setan. Suara siswa adalah usaha terakhir untuk didengar. Tentang UN dan segala pro-kontranya, lalu Kurikulum 2013 dengan kesemrawutannya, dan nasib guru dan siswa dengan segala macam keluhannya. Tolong dipertimbangkan lagi dan carilah solusi yang tepat dengan mengikutkan kami, para siswa, guru di seluruh negeri untuk bersua dan bersuara. Jangan cuma mendengar pendapat ahli dan akademisi dari perguruan tinggi. Tahu apa mereka, selain teori-teori tak layak pakai. Tahu apa mereka, selain ide-ide muluk dengan bahasa-bahasa yang tidak kami mengerti.

Jika memang boleh, ijinkan saya menantang mereka, para akademisi dan para ahli itu, untuk mengajar siswa-siswa di pedalaman, di sekolah-sekolah desa yang serba kekurangan. Saya jamin mereka tidak bisa menerapkan teori mereka. Kata-kata mereka yang hanya bisa diterapkan di sekolah Lab, dan sekolah-sekolah serba tersedia dan serba ada. Sementara Indonesia tidak hanya Jawa dan Jakarta. Di soal UN juga jangan hanya ditanyakan soal bagaimana mengoperasikan mesin cuci, tapi juga bagaimana menjaga air kali agar tetap bersih, agar kami bisa mandi juga mencuci baju kami. Jangan hanya ditanya soal bagaimana berbicara sopan dengan orang asing, sementar mereka, orang asing, mencuri kekayaan alam warisan ulayat kami, sementara kami tidak diajar bagaimana merawat ibu kami yang sakit sementara kami tidak punya biaya ke rumah sakit. Kartu kuning yang kami punya harganya sangat murah dan harus mengantri lama untuk dibentak-bentak. Jangan cuma mengajarkan kami untuk menjaga lingkungan, sementara negera menjual hutan dan menhukum kami sebagai pencuri saat kami kelaparan dan tidak ada yang bisa dimakan selain mengambil kayu bakar secukupnya dan menjualnya.

Saudara Menteri yang terhormat.

Masih banyak rasanya, yang ingin saya uraikan. Namun saya rasa apa ada gunanya. Saya menulis ini, agar Saudara tahu bahwa jabatan hanya sementara. Dan doa kami, yang teraniaya, sangat mengancam Saudara. Jika Saudara tidak amanah, doa kami sungguh membinasakan apa saja.

Akhirnya, semoga Saudara selalu sehat. Ingatlah Saudara itu milik rakyat, bukan lagi milik golongan atau partai politik. Dan jika Saudara ingin berhasil, perhatikan nasib para GTT dan PTT serta siswa dan sekolah yang selama ini kurang berdaya. Jangan hanya bangga telah menjadi Menteri, ini baru awal. Di depan ada dua kemungkinan, Saudara dikenang sebagai pahlawan atau menjadi pesakitan. Dan Saudara masih ingat kan dengan kata Idris Sardi, entah menjadi pahlawan atau pesakitan keduanya tidak enak. Tapi saya sarankan, mesti tidak diperhatikan, menjadi pahlawan jauh lebih mulia di mata Allah SWT dari pada menjadi pesakitan di penjara.

Sekian, dan mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Pada kenyataannya, Saudara adalah atasan, dan saya adalah bawahan. Namun tanpa bawahan, Saudara juga bukan apa-apa. Dan saya tanpa atasan, mungkin saya tetap hidup seperti biasanya, karena selama ini memiliki atasan, kesejahteraan kami juga tetap menyedihkan.

Salam sejahtera untuk Saudara (saja).

Lamongan, 22 Mei 2014
Hormat saya,

Mahfud Aly,
Guru Tidak Tjelas (GTT)


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

solidworks private

cari duit pake adf.ly

Total Tayangan Halaman

Translate

Popular Post

Kategori

- Copyright © MESIN SMK -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by mesin smk -